SELAMAT DATANG DI FADILAHBJB.BLOGSPOT.COM SEMOGA APA YANG ADA DI DALAMNYA DAPAT MEMBERI MANFAAT

Senin, 01 Maret 2010

BINATANG FILM

Suatu hari, di negeri antah berantah, terjadi kegegeran. Seluruh sinema teater di negeri itu ramai memutar film terlarang, tidak senonoh dan vulgar. Kontan, para pemerhati sinema, kritisi film dan pemuka agama murka. Baru kali inilah dalam sejarah perfilman mereka ada sutradara yang berani menyuguhkan adegan yang tidak bermoral dan tidak mencerminkan budaya negeri antah berantah.
Film itupun segera menjadi isu nasional. Tivi-tivi swasta dalam acara talk show-nya mengangkat dan menjatuhkan film yang ‘gagah berani’ itu. Khatib-khatib Jum’at juga turut mengecam sutradara, produser dan artis yang dianggap bertanggung jawab melahirkan film ecek-ecek itu. Sementara itu Lembaga Seleksi Film yang dianggap sebagai tukang gunting film juga dikecam habis-habisan. ‘Apa sih kerja kalian?Apa gunting kalian sudah pada tumpul? Kerja begitu aja nggak becus? Kalian ingin menyaksikan bangsa ini rusak ya? “ kalimat-kalimat sangar dengan intonasi tinggi terus mengalir lewat telepon, surat, internet ke kantor lembaga tukang jagal film itu. Tapi surat-surat dan pesan-pesan itu dibiarkan bertumpuk di gudang, sementara para staf mereka sendiri sibuk mengumpulkan dan menyambungkan kembali hasil babatan film-film yang kena sensor. Ada rencana meluncurkan kompilasi film yang kena sensor, ya untuk kalangan dalam saja.
Tapi, semakin sering film itu dibicarakan orang, semakin penasaran orang pengen nonton. Perbincangan itu malah jadi kan gratis bagi film tersebut. Semua bioskop yang memutar film Gairah Ekstra Panas itu memperpanjang masa putarnya. Tidak tanggung-tanggung, sebulan penuh Penonton pun mengular di depan pintu loket. Penasaran. Sejorok apa sih film itu. Mereka ingin tahu semengkilat apa sih kulit ‘dalam’ sang aktris, seberapa tinggi oktaf desahannya, dan macam-macam pikiran ngeres lainnya. Dan ketika para penonton keluar dari gedung bioskop, tidak ada satu pun di antara mereka yang mengeluarkan suara, hanya jantung mereka terus-menerus berdegup kencang dan dengkul terasa mau Copot.
Film porno itu ternyata laris dan menjadi box office, Mengalahkan film-film impor yang selama ini dianggap super oleh para penonton negeri antah berantah. Melihat kenyataan ini, kalangan yang semula mengecam mulai garuk-garuk kepala. Media massa yang pada mulanya mengkritik dengan pedas dan menganggap film itu murahan, kini berbalik arah, secara malu-malu mereka memuji prestasi film Gairah Ekstra Panas itu. “Membingungkan! “ puji seorang kritikus, “Di tengah merajalelanya film-film impor ternyata perfilman nasional kita bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Ini benar-benar membingungkan. Ternyata selama ini kita salah dalam menilai kualitas sebuah film, “ lanjutnya dengan muka merah. “Selain itu, akting para pemeran memang luar biasa. Nyaris sempurna!” Film itu benar-benar menjadi sebuah fenomena.
Para aktor dan aktris yang masih belia itu pun ketiban ‘berkah’. Mereka menjadi orbek dadakan dan sering tampil di berbagai acara sebagai pembicara. Tidak cukup itu, akhirnya, produser, sutradara dan para pemain film yang masih belia itu dianugerahi gelar sebagai pahlawan. Pahlawan Perfilman Nasional.
Produser dan sutradara film porno kian mendapat angin. Dalam satu jumpa pers, dengan jumawa mereka angkat bicara, “Dalam membuat film “, kata produser yang gemuk bak pegulat sumo, “adalah senantiasa memperhatikan keinginan penonton”, sambungnya. “Dan memperhatikan keinginan penonton, adalah melayani mereka, menghibur mereka. Bukankah menggembirakan hati orang adalah perbuatan terpuji?” tanyanya retoris disambut aplus kencang hadirin.
‘Apakah ada rencana buat sekuel film ini? “ tanya seorang wartawan. Sang produser tersenyum , “Pasti Saya yakin akan terjadi booming film-film serupa di tahun-tahun mendatang”, katanya diikuti menghisap cerutunya dalam-dalam.
Maka sekuel film Gairah Ekstra Panas dibuat hingga lima jilid. Tentu demi ketebalan dompetnya. Lagian, ongkos pembuatan film itu tidak mahal. Tidak perlu bintang-bintang beken dan tidak perlu teknologi canggih. Modal mereka hanya ranjang dan pakaian-pakaian minim, Film itu pun segera diikuti sejumlah film serupa dengan beragam judul. Negeri antah berantah pun dilanda booming film-film porno bin vulgar. Melihat kenyataan itu, pihak penguasa melonggarkan sensornya. Demi mengalahkan film-film impor dan demi devisa negara.
Lama kelamaan, penonton mulai jenuh menyaksikan film-film yang sama. Mereka menginginkan inovasi baru. Maka dibuatlah film-film yang makin berani dan makin vulgar. Anjing, kucing, ular, kuda sampai tikus pun ikutan menjadi pernain dan mendapat penghargaan sebagai binatang Film Terbaik. Menjijikkan. Huek
dipublikasikan oleh:
Redaksi(islamuda.com) [10/05/04]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar